Karsa Institute kembali memainkan peran strategisnya dalam mendorong pembangunan berkelanjutan di Sulawesi Tengah melalui dialog publik bertajuk "Membedah Visi Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan dalam Kebijakan Pembangunan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah". Acara yang digelar pada 3 Juli 2025 di ruang SATRIYA, kantor KARSA Institute, ini menghadirkan berbagai pemangku kepentingan untuk mengkritisi dan memperkaya substansi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025–2029 yang masih dalam tahap rancangan awal (Ranwal). Dialog ini menyoroti pentingnya memastikan pembangunan tidak hanya bertumpu pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga memperhatikan keberlanjutan lingkungan dan keadilan sosial.

Direktur KARSA Institute, Rahmat Saleh, dalam sambutannya menyampaikan keprihatinannya terhadap ketimpangan antara pertumbuhan ekonomi dan kualitas hidup masyarakat. Dengan pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah yang mencapai 10–11 persen, Rahmat mempertanyakan apakah capaian tersebut sudah benar-benar menyentuh masyarakat kelas bawah. Ia menekankan bahwa tingkat pengangguran dan kemiskinan yang masih tinggi menunjukkan adanya ketimpangan dalam distribusi manfaat pembangunan. Lebih lanjut, Rahmat mengkritisi draft RPJMD yang dinilai belum cukup mengakomodasi isu lingkungan secara substansial.
Salah satu sorotan tajam datang dari banyaknya “slag” atau kekosongan substansi terkait isu lingkungan dalam RPJMD. Rahmat menilai bahwa tekanan industri ekstraktif telah menurunkan kualitas lingkungan hidup di Sulawesi Tengah, sementara kebijakan energi daerah masih bergantung pada sumber daya fosil. Ia mengingatkan bahwa pembangunan berkelanjutan harus memenuhi prinsip triple bottom line—mengintegrasikan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Mumpung dokumen RPJMD masih dalam tahap penyusunan, Rahmat mengajak semua pihak untuk aktif mengusulkan perbaikan agar pembangunan yang dihasilkan menjadi inklusif dan ramah lingkungan.

Dalam dialog tersebut, Azmi Sirajuddin dari Ekonesia turut memperkuat kritik terhadap minimnya perhatian pemerintah daerah terhadap energi terbarukan. Ia mengungkapkan bahwa Sulawesi Tengah telah kehilangan sekitar 35% hutan alamnya akibat ekspansi perkebunan dan tambang. Padahal, potensi energi surya di wilayah ini sangat besar, namun belum dimanfaatkan optimal. Menurut Azmi, program BERANI MENYALA yang digadang-gadang sebagai agenda pembangunan energi masih terlalu bergantung pada pembangkit listrik tenaga air dan batubara.

Menanggapi berbagai masukan, Subhan Basir, Kepala Bidang Infrastruktur BAPPEDA Sulawesi Tengah, menyatakan bahwa isu lingkungan sebenarnya telah diproyeksikan dalam misi ketiga RPJMD, yaitu membangun infrastruktur berbasis lingkungan dan tata ruang berkelanjutan. Ia menjelaskan bahwa sejumlah program seperti BERANI MAKMUR dan BERANI MENYALA akan diturunkan ke dalam kegiatan-kegiatan yang mendukung penurunan kemiskinan dan peningkatan indeks kualitas lingkungan. Pemerintah menargetkan angka kemiskinan turun ke 6,20–7,20% dan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup naik menjadi 82,60% pada tahun 2029. Dengan sinergi antara masyarakat sipil dan pemerintah, Sulawesi Tengah diharapkan mampu menciptakan model pembangunan yang adil, berkelanjutan, dan inklusif.*Karins