
Festival Baku Bantu yang digelar pada 2–3 Agustus 2025 di Ruang Terbuka Hijau (RTH) Taiganja, Desa Kalukubula, Kabupaten Sigi. Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari gerakan kolaboratif yang diinisiasi Indonesia Mengajar bersama Pemerintah Kabupaten Sigi, yang sebelumnya telah mengadakan roadshow pendidikan di berbagai kecamatan. Festival ini menjadi ruang temu terbuka bagi pendidik, pelajar, komunitas, pegiat budaya, kelompok pemuda, pemerintah, dan masyarakat umum untuk berbagi ide, solusi, serta aksi nyata dalam membangun pendidikan yang inklusif, berdaya, dan berakar pada budaya lokal.
Rangkaian acara festival mencakup talkshow pendidikan keluarga, talkshow dan peluncuran buku kebudayaan, talkshow pendidikan lingkungan, serta talkshow Baku Bantu. Selain itu, pengunjung dapat mengikuti Booth Kreatif untuk membuat media ajar, menikmati pentas seni, mengikuti kelas berbagi, dan mengunjungi stand beasiswa, stand UMKM, serta stand gerakan zero waste. Tersedia pula kegiatan open donasi berupa buku bacaan, alat tulis, dan perlengkapan sekolah yang akan dikemas bersama sebelum disalurkan ke sekolah-sekolah yang membutuhkan.
Tujuan utama festival ini adalah mendorong kesadaran kolektif bahwa pendidikan bukan hanya tanggung jawab guru atau pemerintah, tetapi juga seluruh lapisan masyarakat. Dengan filosofi “Baku Bantu” atau saling membantu, kegiatan ini membuka ruang kolaborasi lintas sektor untuk membangun ekosistem pendidikan yang berkelanjutan. Pendekatan yang diusung adalah literasi kontekstual berbasis budaya lokal, di mana pendidikan tidak hanya fokus pada kemampuan membaca dan menulis, tetapi juga menumbuhkan rasa hormat terhadap kearifan lokal, lingkungan, dan nilai gotong royong.
Festival ini akan dilaksanakan dalam tiga tahap: pra-event, event puncak, dan pasca-event. Pra-event meliputi roadshow ke kecamatan-kecamatan dan pendampingan komunitas. Event puncak yang berlangsung di RTH Taiganja menjadi pusat berbagai aktivitas kreatif dan edukatif, sedangkan pasca-event fokus pada tindak lanjut, penguatan jejaring komunitas, dan pendampingan lanjutan bagi para aktor pendidikan dan budaya di Sigi. Bentuk kegiatan seperti pembuatan media ajar bersama, dialog publik, hingga gerakan zero waste menunjukkan bahwa festival ini juga peduli pada keberlanjutan lingkungan.

Salah satu peserta menyampaikan bahwa Festival Baku Bantu memberikan inspirasi baru dan memperluas wawasan tentang bagaimana pendidikan dapat tumbuh lebih kuat melalui kolaborasi. Menurutnya, ruang-ruang berbagi seperti ini sangat penting agar semua pihak merasa memiliki tanggung jawab bersama dalam mencerdaskan kehidupan masyarakat. Ke depan, penyelenggara berencana memperluas jaringan kolaborasi, mendorong partisipasi komunitas dari desa-desa lain di Sigi, dan memperbanyak agenda pendampingan pasca festival untuk memastikan dampak kegiatan terasa jangka panjang.*Tami