Cara Organik Mengembalikan Kopi Pipikoro

Main Posts Background Image

Main Posts Background Image

Senin, 20 Januari 2020

Cara Organik Mengembalikan Kopi Pipikoro

PEGUNUNGAN bagian selatan Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, bukanlah wilayah yang mudah dilalui. Jalanan tanah yang rata sudah sesuatu yang harus disyukuri karena banyak jalan lainnya ialah jalan setapak melintasi sungai, melintasi lereng bekas longsor, ataupun jalan dengan penuh batuan besar. Meski begitu, memang ada alasan kuat yang membuat desa-desa di pegunungan itu layak dikunjungi. Di Desa Pelempea di Kecamatan Pipikoro, magnet kuat itu adalah budi daya kopi yang beberapa tahun ini bangkit lagi. Media Indonesia berkesempatan melihatnya pada Sabtu (14/5) lewat kegiatan 'Journalist Trip' yang diprakarsai Yayasan Perspektif Baru, Sulawesi, dan Karsa Institute.
 
Desa Pelempea memiliki sekitar 100 hektare perkebunan kopi dan seluruhnya berada di kawasan hutan kemasyarakatan (HKm). Bangkitnya budi daya kopi dimulai pada 2003 lewat bimbingan Karsa Institute. Sebelumnya, masyarakat mengabaikan tanaman yang diperkenalkan di sana pada masa penjajahan oleh Belanda tersebut dan lebih suka menggarap kakao. "Karena kakao dulu sangat menjanjikan, makanya masyarakat di Pelempea mengabaikan kopinya dan fokus di kakao," aku warga Pelempea, Yotanan Tari. Pengabaian kopi itu disayangkan karena sebenarnya tanaman tersebut memiliki lebih banyak kelebihan ekologis.

Selain itu, kopi bernilai ekonomis dan bisa untuk memenuhi konsumsi harian warga sendiri. Bentuk akar tanaman kopi sebenarnya sama dengan tanaman kakao, yakni berakar tunggang. Dengan begitu, ia memiliki kemampuan pengikatan tanah yang tidak berbeda. Namun, Direktur Eksekutif Karsa Intitute Rahmat Saleh mengungkapkan budidaya kopi dapat dilakukan dengan tanaman pendamping, sementara kakao sebaliknya. Dengan begitu di wilayah kebun kopi juga tetap bisa ditanami tanaman kehutanan yang bagus mengikat tanah dan menambah unsur hara.

"Ketika dari jauh kita melihat perkebunan kopi Pipikoro seperti hutan, padahal di situ perkebunan kopi karena banyak tanaman hutan lainnya yang menaungi," kata Rahmat.

Salah satu tanaman naungan yang disarankan di sana adalah Erythrina atau dikenal sebagai dadap. Tanaman dari keluarga Legum itu memiliki perakaran yang baik dan guguran daunnya dapat menjadi humus yang ikut menyuburkan tanaman kopi. Di sisi lain, terdapat pula batasan zonasi perkebunan kopi. Tanaman kopi dilarang ditanam di lahan dengan kemiringan di atas 45 derajat karena kemiringan memang tersebut sudah tidak ideal untuk perkebunan. Selain itu, kegiatan perkebunan tidak dapat dilakukan di lahan tempat sumber air. Aturan itu sudah menjadi kearifan lokal dan warga menyebutnya sebagai taolo. Aturan itu mereka tegakkan di seluruh kawasan HKm yang mencakup juga sampai ke Desa Mapahi, Peana, dan Porelea. Total kawasan yang dilarang bagi perkebunan itu mencapai 15% dari total luas HKm, yakni 514 hektare.

Tidak hanya itu, warga pun berkomitmen dengan perkebunan cara organik. Mereka merawat tanaman kopi tanpa menggunakan pestisida dan pupuk kimia. Panen meningkat Cara organik terbukti mendatangkan hasil panen yang baik hingga makin banyak warga kembali ikut membudidayakan kopi. Camat Pipikoro, Smart P Tapue, mengatakan perkebunan kopi di Pelempea dari ke tahun juga mulai terus berkembang. Bahkan jika dilihat dari rata-rata hasil panen petani per tahun bisa mencapai 50 hingga 80 ton per tahun.

"Hasil perkebunan kopi di daerah tersebut sangat menunjang ekonomi masyarakat. Lihat saja beberapa rumah dari petani yang ada di daerah ini, hampir semua sudah dibangun secara permanen. Pembangunan itu bukan dari hasil lain, melainkan dari hasil kopi yang mereka tanam dan jual," ungkapnya.

Saat ini harga biji kopi memang cukup baik yakni di kisaran Rp20 ribu per kilogram (kg). Dengan hasil ini bahkan banyak warga sudah menjadikan budi daya kopi jenis robusta itu sebagai usaha utama dan budi daya kakao menjadi yang kedua. Wakil Bupati Sigi, Paulina, di kesempatan terpisah menambahkan pengembangan kopi di Pipikoro merupakan hal yang serius akan dilakukan pemerintahan yang baru dipimpinnya. Pengembangan itu bukan hanya lewat pendampingan dan bantuan produksi, melainkan juga promosi.

"Belum lama ini kami menggelar festival kopi di Pipikoro. Itu tujuan utamanya jelas hanya untuk promosi agar kopi Pipikoro punya pasar bukan hanya di lokal tetapi hingga ke pasar luar," sebutnya.

Paulina mengatakan juga akan membuat unit pelaksana teknis yang khusus menangani kopi di Pipikoro. Nantinya, UPT tersebut yang menampung bahkan membeli kopi petani kemudian memasarkannya ke luar.

"Di UPT itu nantinya kopi diolah mulai biji hingga menjadi bubuk. Kemudian dipaketkan dan dijual. Tapi sebelum itu kopi Pipikoro harus dipatenkan dulu merek dan hak ciptanya oleh pemerintah," terangnya. (Sumber berita Media Indonesia )

Error 404

The page you were looking for, could not be found. You may have typed the address incorrectly or you may have used an outdated link.

Go to Homepage
Dirgahayu ke 20 Tahun Karsa Institute (KARSA Inisiatif Timur Indonesia) | |