“Jendral Bom” Menjadi Pelopor Konservasi

Main Posts Background Image

Main Posts Background Image

Rabu, 20 April 2022

“Jendral Bom” Menjadi Pelopor Konservasi

 

Tim Karsa Institute mendarat di Desa Kabalutan, Kepulauan Togean , petang 22 Januari 2022 setelah berlayar lima jam dengan kapal Feri Bela Vista dari Pelabuhan Ampana, Ibukota Kabupaten Tojo Una-una.

Adalah Usman (63 tahun),  yang pertama menemui kami di rumah Kades Kabalutan. Ayah tiga anak itu datang menyapa kami dengan penuh  penuh keramahan  dan  perkenalan itu pun berlanjut sampai pada kisah  dan pengalaman hidupnya  selama tinggal dan sebelum menetap  di Desa Kabalutan.

Usman berkisah,  tiga   puluh tahun setelah datang di Kabalutan, Usman mulai mengenal jalan pintas untuk menangkap  ikan yaitu dengan cara membom ikan yang sedang bergerombol. Menurutnya, menggunakan bom  merupakan cara mudah untuk menangkap ikan. “Sekali bom saja bisa menghasilkan ratusan kilogram ikan, bisa dibandingkan dengan cara tangkap tradisional dengan tombak atau pancing, yang paling banter hanya bisa mendapat  10 hingga 20 kg selama bermalam-malam,” urai Usman membandingkan.

Semula Usman hanyalah seorang nelayan biasa, yang menangkap ikan dengan cara tradisional: memakai jaring,  pancing atau menyelam memakai tombak.  Tahun 1986 kenangnya, tangkapan ikan di Kawasan Kabalutan sangat bagus. Berbagai jenis ikan termasuk kakap, kerapu besar yang beratnya sampai 40 kg bahkan ikan Napoleon yang panjangnya satu meter pernah ditangkapnya.

Tapi pengaruh luar  yaitu  metode menangkap ikan dengan bom rakitan ternyata tanpa sadar  telah   ikut menggoda dan mempengaruhinya. Bagaimana tidak? “ Melihat hasil tangkapan  yang berlimpah, sedangkan cara menangkapnya yang paling mudah bisa dilakukan dengan sekejap mata dengan hanya sekali lemparan bom,” ujar Usman.  “Tahun 1990-an satu botol sprite  yang diisi bahan peledak  mampu menghasilkan ikan setara dengan seekor sapi. Saat itu harga sapi Rp. 1,25 juta.”  Oleh karena itu Usman keranjingan dan mencoba untuk merakit sendiri bom ikan yang   teknik-teknik perakitannya  ia kuasai walau secara otodidak.
Dari situlah dia mulai menjadi pembom ikan yang juga menularkan kepandaiannya ke beberapa nelayan lain. Sampai akhirnya ia sadar bahwa ikan yang tadinya mudah didapat, kini mulai susah didapat karena ledakan bom bukan hanya membunuh benih-benih ikan, tetapi juga merusak terumbu karang, habitat dan tempat hidup dan berkembang berbagai jenis ikan dan biota laut.

Berjam-jam melaut, ternyata hasil tangkapan tidak menggembirakan, mengecewakan bahkan tidak balik modal. Akhirnya bapak  tiga anak ini dan kakek  satu orang cucu ini pun sadar bahwa  perbuatan itu merupakan perbuatan fatal. “Saya tersadar dan meneteskan air mata, kalau sekarang saja sulit mencari ikan. Bagaimana nanti anak cucu saya yang menjadi nelayan mencari nafkah?” Akhirnya Usman Djumaih memutuskan berhenti dan kembali menangkap ikan dengan alat tangkap tradisional.

Gelar “Jendral Bom” secara berseloroh dilekatkan padanya oleh  Pak Damsik, Bupati Tojo Una-Una pun suatu ketika turut memperkenalkan dirinya  sebagai  ‘mantan jenderal bom’.

Semenjak program Conservation  Internasional (CI)  tahun 1994-2000,  Usman dilibatkan sebagai Pelopor Konservasi, sehingga lelaki kelahiran 30 September 1959 itu  mampu mengedukasi warga yang dulunya pembom ikan menjadi nelayan tradisonal yang mencintai dan ramah terhadap lingkungan.  Jika dulunya jumlah pembom ikan sangat tinggi, kini tinggal kurang lebih 6 KK yang masih menangkap ikan dengan  bom.

Lewat Program Critical Emergency Partnership  Fund (CEPF 2)  Burung Indonesia yang bekerjasama dengan Karsa Institute, Usman dilibatkan dalam  Kelompok Nelayan Tangkap Ikan Karang yakni kelompok “PADAKAUANG”. Karena pengalaman dan kemampuan leadership-nya akan terus menjadikan  Usman sebagai tokoh berpengaruh dan pembawa perubahan  baik di Desa Kabalutan dan desa sekitarnya. (Iwan Hamid). Berita terkait ada di Channel Youtube Voice Talent Touna


Error 404

The page you were looking for, could not be found. You may have typed the address incorrectly or you may have used an outdated link.

Go to Homepage
Dirgahayu ke 20 Tahun Karsa Institute (KARSA Inisiatif Timur Indonesia) | |