Mengubah Limbah Menjadi Penghasilan

Main Posts Background Image

Main Posts Background Image

Mengubah Limbah Menjadi Penghasilan


Bagi masyarakat di desa-desa pesisir Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah, tanaman kelapa banyak ditemukan di pesisir pantai maunpun permukiman warga sebagai tanaman endemik. Tidak heran jika kelapa menjadi salah satu komoditi perkebunan yang diandalkan oleh masyarakat. Walaupun demikian, pemanfaatan buah kelapa hanya dijual dalam bentuk butiran ataupun diolah sebagai kopra. Berbagai bagian dari pohon dan buah kelapa belum dimanfaatkan secara optimal dan dibuang sebagai sampah. Padahal sabut kelapa dan batang daun kelapa dapat diolah menjadi produk yang bernilai ekonomi juga. Misalnya diolah menjadi arang, pembuatan sapu lidi, maupun juga dimanfaatkan sebagai pupuk organik bagi tanaman.

Proses Pengolahan Limbah Sabut Kelapa. Foto : Utami

Melihat limbah dari buah kelapa maupun daun kelapa yang melimpah, Ibu Nurhaedah (50) Warga Desa Tanamea, terpanggil untuk mengolah limbah tersebut menjadi produk yang bernilai ekonomi. Sabut kelapa yang sebelumnya hanya dimanfaatkan untuk keperluan membakar ikan kemudian diubah menjadi sapu lantai yang estetik atau menjadi media tanam tanaman atau tabulampot. Sedangkan daun kelapa yang sebelumnya hanya berserakan di kebun-kebun warga diolah menjadi bermacam-macam sapu. Misalnya sapu taman dan sapu tempat tidur yang indah dan rapi.
Pembuatan Sapu Ijuk. Foto : Utami


Pembuatan Sapu Lidi. Foto : Utami

Harga sapu lantai berbahan sabut kelapa dijual dengan harga Rp 25.000 ribu rupiah, sapu lidi untuk taman dijual dengan harga Rp 20.000 ribu rupiah, sedangkan sapu tempat tidur dijual seharga Rp 5.000 ribu rupiah. Produksi sapu oleh Ibu Nurhaedah tidak hanya dijual di Kabupaten Donggala saja, akan tetapi juga sudah dipasarkan hingga ke Provinsi Sulawesi Barat. Pemasaran produk sapu juga dibantu oleh Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) Tanamea. Produk ini oleh Bumdes dipasarkan hingga ke Kabupaten Poso, Morowali dan Kota Palu. Bahkan hingga ke kabupaten Pasangkayu dan Mamuju di Provinsi Sulawesi Barat. Dalam sebulan Ibu Nuhaedah dan rekannya bisa memproduksi ketiga jenis sapu tersebut sejumlah 3.000-5.000 unit.
Proses Pembuatan Coco Peat untuk  Media Tanam. Foto : Utami

Pengolahan limbah tak hanya dimanfaatkan menjadi sapu, sisa-sisa atau limbah dari pembuatan atau produksi dari sapu ijuk berupa serbuk dan sisa potongan sabut kelapa kembali diolah menjadi pupuk atau media tanam. Serbuk potongan sabut kelapa dikemas dengan kemasanan yang beratnya mencapai 5 kilogram, dan dijual seharga Rp 5.000 ribu rupiah. Disela waktu pengerjaan atau menunggu bahan baku, Ibu Nurhaedah juga mulai merintis penjualan bibit tanaman sayuran dengan menggunakan media tanam olahannya. Pembibitan tanaman sayuran dan buah juga dijual. Setiap bibit tanaman terung, cabe, tomat atau pepaya dijual seharga Rp 1.000-2.000 ribu rupiah per bibit.

Kelompok Perempuan  yang ikut Sekolah Lapang sedang praktek membuat Sapu Ijuk. Foto : Utami

Tidak ingin sukses sendiri, Ibu Nurhaedah juga mulai melibatkan beberapa perempuan untuk membantu membuat berbagai produk kerajinan tersebut. Dalam pelaksanaan sekolah lapang, Ibu Nurhaedah juga diajak untuk menularkan kisah sukses dan inspirasi usahanya kepada masyarakat desa, khususnya kepada perempuan dan penyandang disabilitas.*Edy Wicak

Error 404

The page you were looking for, could not be found. You may have typed the address incorrectly or you may have used an outdated link.

Go to Homepage
Dirgahayu ke 20 Tahun Karsa Institute (KARSA Inisiatif Timur Indonesia) | |